[STORY] | AFTER SCHOOL | CHAPTER 01
CHAPTER.01.
“FIRST
MEET SOMEONE”
“Hajiki-kun…”
Hm?
Ini… Suara wanita.
“Hajiki..-kun! Kau sudah sadar ya? B-Begini..
aku minta maaf. Karena aku, kau jadi terluka”.
Siapa dia? Kenapa dia minta maaf ya? hmm.. oh
iya! Aku ingat sekarang.
“T-Tidak apa-apa kok.., aku
b-b-baik-baik saja..”.
“Tapi wajahmu memerah loh, apa kau demam
juga?”.
Dia mencondongkan tubuhnya kearahku dan
menempelkan dahinya pada dahi ku.
` Gawat, gawat, gawat! Wajahnya terlalu
dekat!. Aku berkeringat! Ini bukan demam. Lalu apa? Jantungku berdetak keras
sekali. Apa ini?apa aku tersipu ketika berbicara dengan seorang gadis? Oh
betapa jonesnya diriku ini. Apa aku selalu seperti ini ketika berbicara dengan
seorang gadis? Eh.. tunggu dulu…bukankah ini pertama kalinya aku berbicara
dengan seorang gadis. Pantas saja aku
seperti ini. Memalukan sekali! Aaaa aku malu sekali! mau mati rasanya!
Secara reflex aku langsung menjauh
darinya.
“B-Bukan
kok, ini bukan demam. Mungkin ruangan nya terlalu panas. Hehe..”.
Apa yang kau bicarakan dasar bodoh! Mana mungkin
ruang UKS yang ber-AC bisa terasa panas, dan apa-apaan wajah sok polosmu itu!
“Begitu
ya, syukurlah kalau begitu”.
Dia percaya!? Hebat! Ini yang bodoh aku
atau dia!?
“Hajiki-kun…”
Hah? Ada apa ini? Kenapa dia?
Dia yang tadinya terlihat ceria dan bersahabat
sekarang menjadi suram dan penuh keputus asa-an.
“Hajiki-kun…”
“I-Iya?..”
Sekarang
apa? Ekspresenya berubah lagi. Benar-benar
gadis yang sulit dimengerti.
“Apa Hajiki-kun mau jadi pacarku?”
“Eh!?”
Haaaaaaahhh!!! Kenapa? Ada apa ini!?
֎֎֎
Saat ini adalah musim semi. Musim dimana
salju mulai mencair. Bunga sakura bermekaran. Kelopaknya terbang tertiup angin.
Suara gemercik air menenangkan hati. Burung-burung bernyanyi menyambut musim
ini. Dimusim inilah masa bersekolah dimulai. Bagi remaja sepertiku, musim
inilah yang paling ditunggu-tunggu. Musim dimana bisa menempati kelas baru,
bisa menempati sekolah baru, bertemu teman baru, juga berpisah dengan teman
lama.
Aku Hajiki Yuuto. Musim ini aku baru akan
masuk ke SMA. SMA adalah puncak masa remaja, semuanya akan kau rasakan di sana.
Seperti rasa sakit, rasa sedih, rasa bahagia, rasa benci, perkelahian, persaingan,
persahabatan, dan cinta. Penyebabnya sudah pasti karena wanita.
Aku tinggal sendirian di apartemen
sederhana yang tak jauh dari sekolahku. Meskipun tempatnya sudah reot dan
seperti akan runtuh kapanpun. Aku
memilih tempat ini karena selain dekat dengan sekolah harga sewanya juga murah.
Aku lebih suka berjalan kaki daripada menggunakan alat transportasi umum.
Selain sehat dan efisien, aku juga bisa santai membaca buku dan bisa menikmati
suasana selama yang aku inginkan.
Aku tiba di depan sekolahku yang baru,
lebih tepatnya di seberang jalan dan menunggu lampu hijau menyala.
SMA Sukishite. Sesuai namanya, sekolah
ini memberikan kebebasan pada semua muridnya untuk melakukan apapun yang mereka
inginkan. Peraturannya hanya satu : NO
HENTAI , yang bisa diartikan tidak diperbolehkan untuk berbuat hal yang
tidak senonoh. Ya, SMA ini menjadi sekolah favorit di kota ini dan jumlah
keseluruhan siswanya mencapai 1500 siswa yang berarti 500 siswa di setiap
angkatannya. Itu berarti aku harus bersaing dengan 499 murid lainnya.
Merepotkan, bukan? Tentu saja, tapi aku tidak berminat untuk bersaing. Aku
hanya ingin menghabiskan waktuku dengan tenang sambil membaca buku. Kurang
lebih seperti sekarang ini-…
TROOOONNN!!!
Tiba-tiba suara klakson dari mobil
trailer yang sangat keras muncul membuatku dan orang-orang yang ada di
sekitarku terkejut. Sontak aku langsung mengalihkan pandanganku yang dari tadi
tertuju pada buku ditanganku kearah jalan. Mataku terhenti pada seorang gadis yang
tengah berjalan menunduk di tengah jalan
tepat di jalur trailer itu. Tatapannya kosong seperti tak memiliki kehidupan di
dalamnya. Ia memakai seragam yang sama denganku itu berarti kami satu sekolahan.
Jika diperhatikan, dia gadis yang cantik menurutku. Rambutnya pendek sebahu dan
bagian sebelah kirinya disampirkan ke belakang telinganya. Postur tubuhnya
tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, badannya juga sedikit berisi.
“Hey! Menyingkirlah! Nanti kau bisa
tertabrak!”
Orang-orang di sekitarku mulai berteriak
menyuruhnya menyingkir. Namun tak ada tanggapan sama sekali dari gadis itu.
Langkahnya terhenti tepat ditengah jalur dan trailer semakin mendekat. Aku
berpikir, sayang sekali jika gadis sepertinya harus mati mengenaskan. Ya, itu
sekilas yang ada di pikiranku. Jadi,… Mana
mungkin gadis sepertinya kubiarkan mati begitu saja!
Aku berlari kearahnya, meski di
pikiranku dipenuhi oleh rasa takutku akan kematian. Kakiku bergerak bukan atas
kehendakku, mungkin saja hatiku yang menggerakkannya karena aku merasa kalau
hatiku dari tadi terus mengoceh “Selamatkan dia! Aku harus menyelamatkannya.
Jangan sampai kejadian itu terulang!” Yah
walaupun aku tak begitu mengerti apa
maksudnya “kejadian itu”.
“Hey! Berhenti! Jangan kesana! Bahaya!”
Terdengar suara berat dan sangat maskulin yang mencoba
mencegahku bahkan ada yang mencoba menghalangiku, aku tetap berlari menerobos
mereka dan tak menggubris kata-kata mereka. Yah, apa boleh buat, kini hatiku
sudah mengambil alih seluruh tubuhku jadi aku tak punya pilihan lain selain
mengikutinya.
“SADARLAH!!!”
Teriakku ke gadis itu sambil mendorongnya
ke tepi jalan ketika trailer hampir menabraknya. Beruntung terdapat tanaman
hias yang daunnya lebat di tepi jalan itu sehingga gadis itu tidak terluka.
Namun aku justru terserempet trailer itu dan jatuh ke trotoar yang keras dan
berdebu. Aku sangat shock dan tak bisa apa-apa, aku hanya terbaring dan menatap
kearah gadis itu yang mulai tersadar. Sepertinya dia juga terlihat shock. Aku
tersenyum. Rasanya aku sangat senang melihat gadis itu baik-baik saja. Kemudian
orang-orang mengerumuni kami berdua, dan saat itu pula pandanganku memudar.
֎֎֎
“Apa
Hajiki-kun mau jadi pacarku?”
“Eh!? Kenapa tiba-tiba mengatakan itu?”
Gawat, apa ini yang disebut pengakuan
cinta dari seorang gadis SMA, atau hanya tipuan untuk membohongi orang
sepertiku?
“T-Tidak mau ya?”.
Dia mengatakannya dengan sedikit gugup
bercampur rasa malu. Apa kau
tega membiarkan seorang wanita merasa malu sendirian. Lakukan sesuatu!
Tenang, aku harus tenang dan bersikap
dewasa.
“B-Bukan begitu. Eee…maksudku, apa tidak
terlalu cepat untuk mengatakan itu? Kita baru saja bertemu pagi ini dan belum
saling mengenal. Aku bahkan belum mengetahui nama mu”.
Yosh! Jawaban sempurna.
“Kalau begitu biar aku memperkenalkan
diri. Namaku Sugawara Ai kelas 2-4. Kau bisa memanggilku Ai”.
“Baiklah, Ai-senpai”.
Uwah! Tak kusangka dia seniorku. Hah!
Tidak-tidak-tidak, bukan itu yang kumaksud. Aku
menggelengkan kepala ku untuk mendapatkan kembali kesadaranku.
“Eh.. tidak. Maksudku bukan seperti it-“.
“Baiklah sekarang giliranmu, Hajiki-kun”.
“Ha?”
Haahh… baiklah, aku menyerah.
“Baik. Ehem…Aku Hajiki Yu- … tunggu dulu.
Barusan kau memanggilku apa?”
“Hajiki…-kun?”
“B-Bagaimana kau bisa tau namaku?”
“Itu”.
Dia menunjuk ke tanda pengenalku yang ada
pada bagian dada blazer ku.
Hah! Bagaimana aku bisa lupa dengan
perbuatanku sendiri?
Aku sengaja memberi nama di seragamku
agar orang-orang mengenalku. Mungkin kalian berpikir betapa menyedihkannya
hidupku ini. Tapi jika ingin protes, jangan kepadaku, protes saja pada yang
bikin cerita ini.
“Oh iya ya. ha ha”
Parah! Siapapun, bunuhlah aku! Aku malu sekali!
“Tapi tidak apa-apa. Aku ulangi. Aku
Hajiki Yuuto kelas 1-1,
terserah mau memanggilku apa, salam kenal”
“Nah, sekarang kita sudah saling kenal.
Jadi, jawabannya apa?”
“Eh!?
A-… i-itu…”
Aduh!
Bagaimana ini? Aku terima tidak ya? tapi jika ku tolak, aku takut itu
akan menyakitinya. Tapi jika ku terima akan bagaimana jadinya nanti. Ya
sudahlah…sebagai seorang laki-laki, tak ada pilihan lain.
Aku pasrah dengan semua ini. Aku berharap
semoga ini tidak makin merepotkan.
“B-Baiklah, aku mau”
“Benarkah? Yay! Jadi, hari ini kita
jadian?”
“U-Um”.
Aku hanya bisa mengangguk pasrah.
“Hihi… Baiklah, kalau begitu hal pertama
yang dilakukan orang pacaran adalah… makan! Hanya berduaan saja. Ayo!”
“…”.
Aku hanya bisa menerima tawarannya itu
dengan pasrah, karena menurutku percuma saja menolaknya, dia terlihat seperti
orang keras kepala. Selain itu, kepribadiannya sulit ditebak. Entah apa yang
akan terjadi nantinya jika aku menolak.
Dia menarik tangan ku dan pergi ke
kantin. Kakiku masih terasa sakit, tapi akan ku tahan karena aku tidak ingin
mengganggu suasana hatinya. Akhirnya kupaksakan kakiku untuk berlari meskipun
sedikit terpincang-pincang, dia pun tidak mempermasalahkan hal itu.
“Oh iya, Hajiki-kun”.
Tiba-tiba langkahnya terhenti di
depan kantin dan memanggilku.
“Ada apa?”
“Makanan kesukaanmu apa?”
“Makanan kesukaanku ya. Hmm… mungkin kare[1]”.
“Kare ya. aku juga suka, tapi aku lebih
suka chiken katsu[2]”.
Chiken Katsu ya… hmm sepertinya enak.
“A-Aku juga suka itu”.
“Heh!? Benarkah? Wah ini kebetulan atau
takdir ya? Yosh sudah diputuskan. Kalau begitu… UUUOOOOOO!”
Dia berteriak seperti seorang kesatria
yang sedang bertarung melawan naga dan berlari menerobos antrian yang ada di
stand chiken katsu.
“Eeeehhh!?”
Tak kusangka dia se-nekat itu, aku jadi
merasa kasihan dengan orang yang sudah berlama-lama mengantri dan juga belum
mendapatkan pesanan mereka. Mereka pasti merasa kesal. Aku mengerti perasaan
mereka. Ya, karena aku pernah merasakan hal yang sama di toilet umum saat aku
ke pantai tahun lalu. Saat tiba giliranku, tiba-tiba saja dari arah belakang
datang seseorang dengan kecepatan mach 20[3] dan
langsung masuk kedalam toilet yang akan aku masuki. Alhasil, aku yang sudah tak
bisa menahan lagipun lari ke dalam air sambil sedikit terkencing-kencing.
Setelah sudah jauh dari tepi pantai barulah kukeluarkan semua. Itu adalah
pengalaman paling buruk sekaligus memalukan dalam hidupku yang tak pernah
kuceritakan pada siapapun. Sampai saat ini pun aku masih menaruh dendam kepada
orang itu meski aku tidak ingat wajahnya.
Saat ini aku masih bengong dengan mulut
terbuka karena melihat kenekatannya itu. Aku merasa seperti mengalami Deja vu[4].
“Ooii! Hajiki-kun! Sebelah sini!”
Pandanganku teralihkan kearah meja yang
berada disebelah antrian. Dalam sekejap dia langsung mendapatkan dua porsi
chiken katsu dan juga mendapatkan tempat kosong. Aku bingung antara kagum atau
takut padanya.
“Baik! Aku ke sana!”
Ya sudahlah tak apa, kubiarkan saja.
Lagipula aku sudah lapar.
Aku berlari kearahnya.
“…-ukyu..”
Aku membuat suara aneh keluar dari
mulutku. Aku menabrak sesuatu yang besar dan terpental ke belakang kemudian jatuh terduduk. Rasa nyeri
datang dari pantatku. Aku berdiri sambil sedikit mengusap pantatku dan ingin
meminta maaf.
“Maaf, aku tidak meliha-…”
Aku
menghentikan kata-kataku karena begitu aku mengangkat wajahku, aku langsung
bertatap muka dengan seseorang yang berwajah seram. Bisa dibilang dia seperti
mantan yankee[5]atau
anggota yakuza[6].
Aku sempat berpikir, “Untuk apa seorang yakuza berada di SMA? Dan aku seperti
pernah melihatnya”.
Matanya menatapku dengan tajam. Keringat
dingin mengalir dari pipiku “Aku akan dihajar!”, itulah yang langsung
terpikirkan olehku. Kemudian dia menjulurkan tangan nya kearahku. Aku yang
merasa takut langsung memejamkan mata dan memalingkan wajahku.Mungkin ini
adalah hari sial untukku.
Namun, beberapa saat kemudian tak ada
sesuatu yang terasa baik itu cengkraman
dari kepalan tangan raksasa, cekikan di leher, ataupun rasa nyeri yang muncul
di pipi atau perutku.
Kemudian terdengar suara maskulin dari
pria itu.
“Apa kau tidak apa-apa? Maafkan aku. Aku
tidak melihatmu berada di situ.”
Akupun langsung menoleh kearah pria itu.
Ternyata dia menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Betapa lancangnya
aku sudah menuduhnya melakukan hal yang tidak baik.
“A-Ah.. tidak apa-apa”.
Aku meraih tangannya dan berdiri dengan
kedua kakiku yang masih sedikit terasa nyeri.
“Apa kau yakin? Apa ada yang luka?”
“I-Iya… kurasa tidak ada”.
“Baguslah kalau begitu.”
Dia tersenyum lega mendengar jawabanku.
Aku salah mengenal dirinya. Sepertinya dia orang yang baik.
“Oh iya, aku Okiino Nokuma kelas 1-1.
Kau bisa memanggilku Nokuma, salam kenal”.
“Aku Hajiki Yuuto kelas 1-1. Salam
kenal”
“Ooh… kita sekelas ya? tapi sepertinya
aku tidak melihatmu berada dikelas pagi ini, Yuuto”.
Dia mendekatkan pandangannya kearahku
seperti sedang mengintimidasi tersangka pencurian dengan tatapan kecurigaan.
“A-Aah… itu.. hmm… Banyak hal yang
terjadi sih”.
“OOOH AKU TAU!!”
Tiba-tiba dia meninggikan suaranya
sehingga membuat kami berdua menjadi pusat perhatian. Dia yang menyadari hal
itu pun mengecilkan suaranya.
“Kau yang tadi pagi itu ‘kan? orang yang
menyelamatkan seorang gadis dari sebuah mobil trailer! Aku melihatnya loh.
Bahkan aku mencoba untuk menghentikanmu, tapi kau tetap nekat. Uwah! Itu keren
sekali! Tak kusangka aku bertemu denganmu disini”.
Aku mengingatnya sekarang. Dia adalah
orang bertubuh kekar dengan suara
berat dan maskulin yang berteriak kearahku saat itu.
“T-Terima kasih…”
“Tapi jangan kau ulangi lagi. Meskipun
kau selamat, dilihat darimanapun itu tindakan berbahaya. Mungkin saja lain kali
kau tidak akan selamat”.
Aku hanya tertunduk mendengar ucapan
Nokuma. Memang ada benarnya juga. Tapi aku tetap tidak bisa melihat orang lain
apa lagi seorang gadis mati di depanku.
“Ta-..”
“Oooii! Hajiki-kun! Kenapa lama sekali?
Cepatlah ke sini!”
Ketika akan menjawab ucapan Nokuma,
suara seorang gadis memotong kata-kataku. Dia adalah Ai-senpai yang sudah
menunggu di meja dekat stand chiken katsu.
“Hmm? Pacarmu manggil tuh”.
“Hah!? B-B-Ba-Bagaimana kau bisa tau!?”
“Oh… ternyata benar pacarmu ya? padahal
aku cuma menebak saja, Hahaha”.
“Be-Begitu ya? H-Haha…”
“Tapi
sepertinya dia kakak kelas ‘kan? Wah! Kau boleh juga”.
Tebakan yang hebat! Mungkin kau bisa
ikut acara Mill*o*er. Dan menjadi miliyarder dalam sekejap.
“….”
Jawabannya membuat pipiku memerah dan
tak bisa mengatakan apapun.
“Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai
jumpa dikelas. Sampaikan salamku untuk pacarmu ya!”
Dia melambaikan tangan kearahku. Aku
hanya bisa membalasnya dengan melambaikan tangan ku juga sambil tersenyum
kecut. Kemudian sosoknya menghilang ditengah kerumunan murid-murid kelaparan.
Aku kembali berjalan menuju meja yang
ditempati oleh Ai-senpai.
“Hmff… kau lama sekali”
Ai-senpai menggembungkan pipinya.
Sepertinya dia marah padaku. Tapi dia yang seperti itu imut juga.
“Ah… soal itu, aku minta maaf, Ai-senpai”.
“Hmff..”
Ai-senpai masih menggembungkan pipinya.
“A-Ada apa?”
“Ai”.
“Eh!? Apa?”
“Aku kan menyuruhmu memanggilku ‘Ai’
saja. Tidak usah pakai ‘senpai’”.
“B-Baiklah, Ai”.
Mendengar aku memanggil dengan namanya,
Ai tersenyum dan melanjutkan pembicaraan.
“Terus? Apa terjadi sesuatu? Aku tadi
melihatmu bersama seseorang yang bertubuh besar. Apa dia mengganggu mu?”
“Ah, tidak… aku tadi tidak sengaja
menabraknya dan ternyata dia adalah teman sekelasku. Jadi, kami ngobrol
sebentar. Hehe”
Ai senpai menghela napas sebelum
mengatakan,
“Ooh begitu. Baiklah, ayo kita makan!”
“Um”.
Aku mengangguk menyetujuinya. Diluar
kehendakku, bibirku tersenyum ketika melihat wajah Ai terlihat bahagia.
֎֎֎
Matahari sudah mulai memerah. Jam
menunjukkan pukul 17:30, pertanda hari ini akan berakhir dan berganti malam. Aku
kini sedang mengantar Ai ke stasiun kereta. Aku berhenti di depan pintu masuk
stasiun.
“Aku sampai di sini saja tidak apa-apa
kan?”
“Um. Terimakasih sudah mengantarku”.
Jawabnya tersenyum manis.
“Ah, tidak perlu berterimakasih”.
Aku menggeleng dan sedikit tersipu.
“Dan juga terimakasih untuk hari ini,
karena sudah mau menemaniku bersenang-senang”.
“Tidak masalah, aku juga
bersenang-senang kok”.
Jawabku membalas senyumannya.
“Hajiki-kun…”
Tiba-tiba ekspresinya berubah, pipinya
sedikit memerah.
“Ya?”
“Apa aku boleh memanggilmu dengan nama
depanmu?”
Ternyata hanya itu.
“Eh.. mm..ya, kurasa tidak masalah”.
“Benarkah?”
“Um”.
Aku hanya tersenyum menanggapinya.
Menurutku, ekspresinya itu terlihat sedikit lucu. Dia seperti anak TK yang
merasa malu hanya karena hal sepele. Tak sadar aku kelepasan dan tertawa tidak
jelas di depannya.
“Pfft.. hahahahaHAHAHA…”
Ai terkejut saat melihat diriku yang
tertawa tiba-tiba dan memasang wajah curiga.
“Ke-Kenapa tiba-tiba tertawa?
Menakutkan..”
Aku langsung menyangkalnya sambil
mencoba menahan tawa ku.
“Tidak… tidak ada apa-apa kok…pfft..”
“Ya sudah kalau begitu, aku pergi dulu
ya. sampai jumpa besok di sekolah.”
Dia melangkah pergi menuju kereta yang
sudah berhenti sejak tadi.
“Ya, sampai jumpa. Hati-hati ya!”.
Dia tak menjawab dan tetap berjalan.
Aku kemudian berbalik dan meninggalkan
stasiun. Saat aku melangkah, kakiku seperti menginjak sesuatu yang keras. Saat
ku pindahkan kakiku aku melihat sebuah liontin yang berbentuk seperti koin yang
terdapat sebuah ukiran. Karena suasana stasiun yang sedikit sepi, aku memutuskan
memungutnya kemudian membawanya pulang ke apartemenku.
Sampai di apartemenku, aku langsung
berendam di air hangat sambil mengingat apa saja yang aku lakukan hari ini.
Aku menghela napas seperti seseorang
yang sudah bekerja seharian.
“Hari ini benar-benar melelahkan.
Dimarahi guru karena berlarian di lorong dan membolos saat jam pelajaran.
Dimarahi penjaga sekolah karena seenaknya naik ke atap sekolah. Dimarahi ibu
penjaga kantin karena memecahkan piring. Juga hampir dihajar kakak kelas yang
sangar karena menabraknya saat sedang berlari dilorong. Tak kusangka dia gadis
yang merepotkan. Aku heran, bagaimana dia melalui satu tahun di kelas 1 SMA?”.
Aku kembali menghela napas dan
memejamkan mataku sebentar untuk menikmati rasa nyaman berendam air hangat.
Malam semakin larut, aku keluar dari kamar mandi dan merasakan rasa lelah di
tubuhku telah menghilang meski belum sepenuhnya. Aku langsung berpakaian dan
bersiap untuk tidur karena besok mungkin akan sangat merepotkan lagi. Saat aku
akan membereskan pakaian kotorku dan akan memasukkannya ke dalam mesin cuci,
sebuah benda terjatuh dari saku celanaku.
“Ini…”
Liontin yang ku temukan di stasiun tadi.
Aku mencoba mengingat kenapa aku memungut benda ini. Aku berjalan kearah tempat
tidurku dan duduk diatasnya.
“Oh iya,…aku seperti pernah melihat
benda ini tapi di mana ya?”
Aku membaringkan tubuhku. Aku merasa ada
yang aneh dengan benda ini. Pertanyaan yang muncul dipikiranku adalah milik
siapa benda ini? Dan dimana aku pernah melihatnya?
Disaat aku mencoba untuk memikirkan dan
mengingatnya, rasa kantuk menyerang dan membuatku tak sadarkan diri sampai pagi
menjelang.
Komentar
Posting Komentar