[STORY] | BERLIAN | (ONESHOT)





BERLIAN



Dalam suatu planet, suatu negara, suatu kota, dan suatu apartemen mewah, terdapat seorang wanita karir yang ambisius, kompeten, dan glamour. Velina Vinessa, pemilik perusahaan perhiasan yang ternama. Memulai perjalanan karirnya sejak usia remaja hingga saat ini dan telah meraih kesuksesan di usia 30 tahun. Telah menikah dengan seorang konglomerat pemilik pertambangan emas terbesar di dunia sekaligus pemilik distrik pertokoan elite yang menjual barang-barang kelas atas.

Kehidupan yang selalu dikelilingi dengan harta sudah menjadi hal biasa baginya. Ia selalu membagikan sedikit hartanya kepada orang yang membutuhkan. Tak lupa juga dia selalu mengirim uang dan surat kepada orang tuanya di desa. Baginya hidup seperti ini sudah lebih dari cukup. Dia ingin segera menyerahkan semua kepada suaminya agar memiliki waktu luang. Ia ingin sekali bertemu dengan ibu dan ayahnya.
           
            Akhir bulan ini dia berencana untuk berhenti dan menyerahkan pekerjaan kepada suaminya yang mana hanya tinggal dua minggu lagi. Dia sudah sangat menantikan untuk mengunjungi keluarga di desa karena sejak dia memutuskan pergi ke kota sudah lebih dari 12 tahun. Tak terbayang betapa rindunya dia saat ini.

            Sayangnya Dewi Fortuna sedang tak berpihak padanya. Pagi ini dia mendapat kabar dari desa bahwa kedua orang tuanya telah tiada. Penyebab kematiannya tidak ada yang tahu, semua berspekulasi karena sakit ataupun kecelakaan seperti terjatuh sehingga kepalanya terbentur dan masih banyak lagi anggapan yang lain.

Saat itu Velina sedang ada pertemuan dengan klien penting yang tidak bisa ia tinggalkan. Ia sangat menyesal tidak bisa hadir dalam upacara pemakaman kedua orang tuanya. Ia harus tetap mengikuti pertemuan itu karena akan berpengaruh pada perusahaannya di masa mendatang. Dalam hati Velina menangis meratapi kenyataan pahit. Menahan semua sesak di dada, menahan air mata yang ingin mengalir deras, dan menahan perasaan rindu yang tak akan tersampaikan, dia wanita yang kuat.

Seminggu setelah kematian orang tuanya, Velina mendapat sebuah paket kiriman yang berisikan sebuah kotak perhiasan dan sebuah surat. Tak ada nama pengirim yang tertera dalam paket tersebut. Ia membuka surat terlebih dahulu dan mendapati tulisan.

“Ini adalah ‘Peninggalan’ dari orang tuamu...”.

Belum selesai membaca surat itu, air mata Velina sudah mengalir dan menetes pada kertas surat. Menyadari itu ia mengusap arimatanya dan lanjut membacanya.

“... Sebagai ucapan terima kasih atas objek percobaan yang bagus, Anda bisa ambil itu secara cuma-cuma.”

“Hm?”

Pada bagian akhir itu membuat Velina bingung dengan maksudnya, tapi ia mengabaikannya karena ia tertarik dengan peninggalan ibunya. Tanpa basa basi ia langsung membuka kotak yang terbuat dari kayu antik itu. Di dalamnya terdapat dua pasang berlian sebesar 0,5 cm berwarna kebiruan, sepertinya berlian sintetis. Velina tak pernah tahu kalau ibunya punya sesuatu seperti ini sebelumnya. Meski ada sedikit keraguan, ia tetap menyimpan dengan baik berlian itu.

Setelah mendapat paket itu Velina selalu mengalami kesialan seperti penjualan yang menurun drastis, staf pekerja yang mengutil beberapa perhiasan di tokonya, dan yang paling parah ia mengalami perampokan yang menimbulkan kerugian besar baginya. Hal itu memicu beberapa perusahaan lain untuk memutuskan ikatan kerjasama dengan perusahaannya. Velina pun memutuskan untuk menyerahkan pada sang suami dan berhenti dari pekerjaannya 3 hari lebih awal. Ia meminta izin pada suaminya dan berkunjung ke desa untuk mendoakan orang tuanya.

Akses untuk ke desa sedikit sulit sehingga membutuhkan waktu sekitar dua hari untuk sampai di sana. Velina langsung mengunjungi makam ayah dan ibunya dengan diantar paman dan adik perempuannya. Begitu sampai, ia langsung meluapkan semua yang telah ia tahan sebelumnya. Paman dan adiknya hanya melihat dengan pandangan yang sedih.

Setelah itu mereka kembali ke rumah lamanya. Velina beristirahat di kamarnya yang dulu dengan sang adik, Cona Vinessa. Kemudian Velina teringat sesuatu yang penting yang harus ia tanyakan pada saudarinya itu.

“Cona, apa kau yang mengirimkan ini?”

Sambil menunjukkan berlian dari paket misterius itu.

“Tidak. Itu terlihat sangat mahal, tidak mungkin aku bisa membelinya. Lagipula untuk apa juga aku mengirimkan itu padamu, bukannya kau punya banyak yang seperti itu?”

“Tapi di dalam surat yang dikirim bersama berlian ini mengatakan kalau ini peninggalan dari ayah dan ibu, apa kau tahu?”

“Tidak. Aku baru tahu itu. Setahuku ibu tidak punya barang seperti itu. Ibu lebih suka menggunakan uang untuk memenuhi keperluan hidup daripada untuk membeli dua buah batu.”

“Hmm... sebenarnya aku juga sedikit merasa janggal dengan kematian ayah dan ibu. Apakah ada sesuatu yang aneh menurutmu? Dan lagi penyebab kematian mereka itu apa?”

“Sebenarnya.. ayah dan ibu sudah sakit sejak kau meninggalkan desa. Kami merahasiakannya darimu karena tidak ingin membuatmu khawatir. Maaf.”

Cona sedikit menunduk dan mengecilkan nada bicaranya dengan ekspresi bersalah. Dengan pikiran yang dewasa, Velina memahami maksud baik keluarganya dan setelah melihat ekspresi adiknya ia tidak bisa marah, malah sedikit terharu. Ia kemudian memeluk adik satu-satunya itu. Sambil tetap berpelukan, Cona membisikkan sesuatu kepada sang kakak.

“Ada satu hal yang masih dirahasiakan darimu. Kami seluruh warga desa sudah sepakat untuk merahasiakan ini dan tidak membicarakannya dengan siapapun. Tapi kurasa kau harus mengetahuinya.”

“Apa itu?”

“Saat upacara pemakaman, mayat ayah dan ibu menghilang dari dalam peti. Semua warga desa langsung heboh dan panik. Mereka mencoba memanggil polisi dan saat ini masih diselidiki. Selagi menunggu hasil penyelidikan, untuk sementara kami hanya menguburkan peti mati yang berisikan barang peninggalannya saja.”

“Apa!?”

Velina sangat terkejut sampai tidak bisa menahan suaranya.

“Sssstt... jangan seperti itu, nanti paman Han marah padaku.”

Baru saja dibicarakan, sang paman, Hanley langsung membuka pintu dengan tatapan sinis.

“Ah, gawat... habislah aku.”

Sebelum paman Han membuka mulutnya, Velina menanyai tentang apa yang baru saja dia dengardengan nada tinggi.

“Apakah semua itu benar paman Han!?”

Melihat tatapan velina yang serius sang paman menghela napas.

“Dasar!. Bagaimana aku harus menjelaskan ini padanya, Cona!?”

Dengan nada yang santai sambil bersembunyi dibalik kakaknya, Cona menjawab perkataan pamannya.

“Tenang saja, aku sudah menjelaskan sebagian.”

“Dasar kau ini mulut ember.”

Walau sedikit kesal, paman Han mau menjelaskan kejadiannya kepada velina dari awal. Tentang penyebab kematian orang tuanya, kasus mayat yang hilang dan satu lagi.

“Velina, kau itu cerdas kan? Karena kau sudah tau tentang ini kau harus membantuku menyelidikinya.”

“Menyelidiki? Memangnya kau siapa?”

“Ah, kau belum mengetahuinya ya. Kau terlalu cepat pergi sih. Aku bekerja di kepolisian sekarang. Memang baru 5 tahun makanya kau tidak tahu.”

“Oh, begitu.”

“Dengar, masih ada satu hal yang berhubungan dengan kasus ini. Ini sangat rahasia.”

Paman Han merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah amplop usang yang sama dengan amplop surat dari paket yang diterima velina.

“Apa itu?”
“Ini adalah petunjuk yang ditinggalkan pelaku. Kami kesulitan dalam memecahkannya jadi aku memintamu untuk membantu.”

“Coba aku lihat.”

Velina mengambil dan membuka amplop itu. Isinya surat dengan kertas dan gaya tulisan yang sama dengan surat yang dia terima beberapa waktu lalu. Surat itu berisikan susunan huruf dan angka kemudian beberapa kata yang sepertinya kata yang asal.

“IM5T9D15 - Body Moralize? Apa maksudnya itu?”

“Itulah yang sedang kami selidiki saat ini. Kami juga bingung apa maksudnya. Ini sudah yang ke-3.”

“Hm? Ke-3? Apa yang sebelumnya terpecahkan?”

“Tentu saja tidak. Kami selalu stuck di bagian kode ini.”

“Apa isinya sama?”

“Hmm... sepertinya berbeda dengan yang sebelumnya.”

“Apa aku bisa melihat yang lainnya?”

“Oh, jadi kau sekarang mulai bersemangat tentang ini ya.”

Paman Han sedikit menggodanya . Velina menatapnya dengan tatapan sinis.

“Baiklah, besok akan kubawa kau melihatnya. Sekarang kalian berdua istirahatlah.”

Waktu menjemput fajar dan berganti menjadi malam yang gelap. Pikiran Velina masih dipenuhi tanda tanya. Dalam sehari dia mendapatkan berbagai informasi yang mengejutkan. Dia masih belum bisa tenang. Awalnya dia hanya ingin mengistirahatkan otaknya, tapi belum sempat istirahat dia harus menggunakan otaknya lagi untuk mencari tahu kebenaran dibalik semua ini.

Besoknya paman Han mengantar Velina menuju ke kantornya, hanya mereka berdua saja. Cona tidak ikut karena harus menjaga rumah dan bersih bersih. Setelah sampai di kantor kepolisian, paman Han masuk terlebih dahulu untuk menyiapkan semuanya sedangkan velina menunggu di luar. Beberapa menit kemudian seorang polisi berseragam menghampirinya, sepertinya bawahan paman Han.

“Nona Velina Vinessa, benar?”

“Iya, benar.”

“Anda sudah ditunggu di dalam. Mari, silahkan masuk.”

Polisi itu mengantar ke ruangan yang dimaksud tadi dengan melewati beberapa tangga sampai ke lantai paling atas. Sepertinya memang benar-benar rahasia besar sampai seperti ini prosesnya.
Begitu masuk ke ruangan, velina telah disambut dengan sosok paman Han yang sedang berdiri dan seorang lagi yang sedang duduk menunggu dirinya.

“Velina, beliau adalah Kepala Polisi di sini. bisa dibilang atasanku.”

Ternyata Kepala Polisi langsung yang menunggunya sejak tadi. Velina memberi salam dan sedikit basa basi. Kemudian kembali ke permasalahannya dan paman Han menunjukkan dokumen yang berisi tiga amplop yang sama seperti kemarin. Ia mengeluarkan isi ketiga amplop itu lalu menjejernya di atas meja di hadapan Velina dan Kepala Polisi.

“Ini pada kasus pertama, yang ini Kasus kedua, dan yang ini pada kasus orang tua mu.”

Isi dua amplop lainnya kurang lebih memiliki pola yang sama dengan yang kemarin dilihat oleh Velina. Semuanya terdiri dari angka, huruf, dan kata-kata acak. Jika diurutkan dari kasus pertama, maka akan menjadi seperti ini. S3RI8 - LOTSPIT, B1T5H7 – ACKOELL, IM5T9D15 – BODYMORALIZE. Velina memejamkan mata untuk berpikir. Tak butuh waktu lama dia kembali membuka matanya lalu meminta sebuah telpon kepada paman Han.

Tanpa bertanya dahulu, paman Han memberikan ponsel miliknya pada Velina. Dengan cepat velina mengetik memasukan beberapa digit angka dan mulai menelpon.

“Apa kau mengerti sesuatu?”

“Kalau tebakanku benar, maka ini akan tersambung.”

“Tersambung ke mana?”

Kepala polisi yang tadi berekspresi meremehkan menjadi sangat antusias dan memperhatikan dengan seksama. Suasana ruangan menjadi hening, hanya terdengar suara telepon yang sedang menunggu panggilan. Paman Han dan Kepala Polisi mulai gelisah dan menggerak-gerakkan kaki. Kemudian suara telepon menunggu itu hilang. Muncullah suara menjawab panggilan.

“Halo halo! Selamat Kepada anda! Akhirnya ada yang memecahkannya! Dengan siapa di sana?”

Kepala Polisi terkejut karena ternyata benar benar tersambung.

“Siapa kau!?”

Velina langsung membentaknya. Ia sudah kesal dipermainkan dan ingin sebuah jawaban dari semua ini. Dengan santainya pria dalam panggilan itu menjawab perkataan Velina.

“Tenanglah nona, Velina.”

“Apa? Bagaimana kau bisa tau namaku?”

“Bagaimana dengan kiriman kemarin? Apa kau menyukainya?”

Tanpa menghiraukan pertanyaan Velina pria itu balik bertanya kepadanya.
“Jadi kau yang mengirimkan itu! Dari mana kau mendapatkannya!? Ibuku tidak pernah mempunyai barang seperti itu!”

“Hey, apa kau membaca dengan benar isi suratku? Aku tidak mengatakan kalau itu milik ibumu dulu.”

Velina terdiam dan berpikir bahwa perkataan pria itu mungkin ada benarnya. Paman Han yang tidak tahan menunggu langsung bertanya pada pria di telpon dengan nada suara yang tinggi.

“Apa kau pelakunya!?”

Pertanyaan bodoh memang. Dia langsung to the point menanyakannya dan terlalu blak-blakan.

“Ouch. Sepertinya ada orang lain di sana. Kalau begitu cukup sampai di sini. sampai jumpa! Ciao!”

“Tunggu du-“

Pria itu langsung menutup telponnya. Velina melirik pamannya dengan tatapan sinis. Paman Han memalingkan wajahnya dan menghindari tatapan velina.

“A-Apa? Aku hanya tidak sabar.”

“Walau begitu kau tidak seharusnya bertanya segamblang itu. Apa kau benar-benar seorang polisi?”

“Oi oi. Jaga bicaramu. Walau seperti ini aku adalah polisi yang baik.”

“Yah, terserahlah. Aku harus segera kembali ke kota. Suamiku pasti sedang menunggu. Ayo paman.”

“Ah, tunggu dulu!”

Sang Kepala Polisi itu menghentikan langkah Velina. Ia berbalik dan menjawabnya.

“Ada apa?”

“Apa kau sudah memecahkan semua ini?”

“Hmm... Kurasa belum. Sebelum aku memastikannya sendiri.”

“Tolong beri tahu kami, yang sudah kau pahami saja tidak apa-apa.”

“Lain kali akan kuberi tahu. Aku harus ke kota sekarang. Sampai jumpa.”

Velina melangkah keluar dari kantor polisi itu dan kembali kerumah untuk bersiap-siap. Setelah itu paman Han mengantarnya sampai ke stasiun. Di sana, sebelum berangkat velina meminta kepada pamannya untuk mengirimkan gambar dari petunjuk tadi. Kemudian kembali ke kota dengan pikiran yang masih berputar-putar. Dia masih mencoba memecahkan petunjuknya saat sudah sampai di rumahnya di kota. Tapi tetap saja buntu pada bagian huruf dan kata-kata acak  walaupun dengan mudah dia memecahkan bagian angkanya. Malam pun berlalu. Dia akan mencoba mengunjungi perusahaannya esok hari untuk menyegarkan pikirannya.

Besoknya, Velina berjalan menuju kantornya dengan mengenakan pakaian biasa karena ia tidak ingin datang untuk bekerja melainkan hanya mengunjungi. Saat sampai di depan kantornya ia meliat kerumunan di toko seberang kantor perusahaan miliknya. Toko itu adalah toko perhiasan dari perusahaan asal Italia. Perusahaan besar yang hanya memiliki satu cabang toko di setiap negara, itu membuat barang-barang yang dijual di sana adalah barang-barang premium nomor satu. Merupakan satusatunya saingan terberat dari perusahaan milik Velina.

Kebetulan sang pemilik perusahaan Italia itu sedang ada di sana dan dia melihat Velina kemudian menghampirinya.

“Permisi, nona. Apa nona adalah Velina, pemilik perusahaan ini?”

“Ya, Benar. Ada apa ya?”

“Ah, saya Pedro. Pemilik toko sekaligus pemilik toko itu”

Sambil menunjuk toko yang ramai tadi.

“Saya ingin mengobrol dengan anda, apa anda sedang luang?”

“Ya, kebetulan saya tidak sedang bekerja.”

“Bagus sekali. Kalau begitu, apa anda berkenan berkunjung ke kantor saya dan berbincang-bincang sebentar? Sebagai sesama pebisnis, bukankah ini kesempatan untuk mempererat hubungan kerja sama?”

“Ya, tentu. Baiklah.”

Velina menuruti keinginan dari Pedro dan menuju kantornya. Berbeda dengan kantor Velina yang harus melewati beberapa lantai untuk sampai di ruangannya, kantor Pedro justru hanya melalui sebuah lorong yang lumayan panjang untuk sampai di ruangannya. Dia melayani tamunya dengan sangat ramah, Velina terlihat nyaman dengan itu. Ketika memasuki ruangan Pedro, Velina disambut dengan berbagai macam lukisan yang bernuansa mesir kuno.

“Apa ini...”

“Ya, ini adalah lukisan tentang peradaban mesir kuno. Aku sangat mengagumi peradaban itu. Aku memulai bisnis perhiasan karena terinspirasi olehnya.”

“Bagaimana bisa?”

“Orang-orang mesir dahulu terkenal dengan kebiasaan mempercantik diri dan salah satunya memakai perhiasan dari emas. Bahkan setelah mereka mati pun tetap tak lepas dari perhiasan dan emas. Mereka mempercayai bahwa memakamkan dengan mengawetkan tubuh dan menyertakan perhiasannya roh mereka bisa tenang di alam sana. Bukankah itu menakjubkan?”

Sambil tersenyum-senyum Pedro menjelaskan obsesinya. Velina hanya tersenyum kecut mendengar celotehan Pedro karena ia tidak terlalu tertarik. Kemudian Velina melihat sesuatu di dinding belakang meja kerja Pedro tepat dibawah sebuah lukisan besar. Bertuliskan “Lost Spirit Back to Hell and The Body Immortalized”. Terlihat seperti selogan tapi terasa menyeramkan untuk itu. Selain itu lantainya terdapat ukiran pentagram yang biasa dilakukan untuk ritual pemujaan setan. Velina hanya pura-pura tidak melihat bahkan tidak ingin menanyakan alasan ukiran ini ada, ia tidak mau terlibat lebih jauh.

Setelah berbincang berbagai hal, Velina kembali menuju kantornya dan memantau beberapa pekerjaan para staf perusahaan kemudian kembali pulang dan menyiapkan makan malam untuk suaminya.
 Sesaat setelah selesai memasak, ia menerima fax dari paman Han sesuai seperti permintaaannya kemarin. Velina langsung masuk ke kamarnya, mengeluarkan semua petunjuk dan mulai menganalisa.

Pertama dia menganalisa pertanyaan-pertanyaan yang muncul dikepalanya.

“Apa maksud dari kode ini? apa tujuannya? Apa ada hubungannya dengan berlian yang kuterima? Kemana mayat-mayat yang di curi itu? Untuk apa? Dan apa maksud dari ‘Peninggalan’ ayah dan ibu tapi bukan milik mereka, dari dalam surat itu? Siapakah pelakunya?”

Velina memperhatikan tiga petunjuk dari kasus hilangnya mayat dalam upacara pemakaman. Dia mencoba menghubungkannya satu persatu.

“Aku sudah memecahkan angka-angka ini. tapi huruf dan kata nya sangat sulit karena terlalu acak. Hmm... apa ada yang menjadi kuncinya? Apakah angka ini masih berkaitan?”

Velina berpikir keras soal ini. Tanpa sadar dia sudah tertidur lelap. Dalam tidurnya dia melihat sang ibu dan ayahnya disiksa oleh sekumpulan siluet-siluet buram yang tidak jelas bentuknya. Mereka membakarnya, menjepitnya, kemudian mencabik dan memakannya. Mereka sempat berteriak kesakitan dan mengharap pertolongan dari anaknya. Di situ Velina tidak bisa melakukan apa-apa, dia hanya menangis melihat keadaan orang tuanya.

Tiba-tiba Velina terbangun dan mendapati hari sudah pagi. Air mata menrembes keluar dari sela kelopak matanya, tapi dengan segera dia menghapusnya.  Tanpa sadar sebuah selimut telah barada ditubuhnya, pasti suaminya yang melakukan saat dia tertidur pulas. Ia menghampiri suaminya yang masih tertidur pulas dan mengecup keningnya. Dia segera mandi dan menyiapkan sarapan.

Setelah semua pekerjaan rumahnya selesai, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda semalam. Dia kembali mengeluarkan dokumen yang telah dirapihkan oleh suaminya dan langsung melanjutkan analisanya. Belum sempat memulai, telponnya berdering.

“Halo?”

“Ah, ini aku, Paman Han.”

“Oh, ternyata kau paman. Ada apa?”
“Aku hanya ingin memberi infotmasi tambahan. Mungkin saja akan berguna untukmu.”

“Apa itu?”

“Akan kubacakan. Pastikan kau mencatatnya.”

Velina mengambil alat tulis dan bersiap untuk mencatat.

“Kasus pertama terjadi pada tanggal 4 Februari, dan di dalam peti mati terdapat goresan berbentuk tanda (+). Sepertinya si pelaku yang melakukannya. Apa kau mendengarku?”

“Ya aku mendengarmu dengan jelas. Cepat lanjutkan!”

Pamannya hanya menghela napas menghadapi keponakannya yang keras kepala dan melanjutkannya.

“Kasus kedua terjadi pada tanggal 10 April dan dalam petinya terdapat goresan berbentuk (-). Kasus ketiga yang terjadi pada kedua orang tuamu pada tanggal 24 April dan ditemukan goresan yang sama dengan kasus kedua, namun kali ini dengan lubang pada bagian atas dan bawah garisnya. Itu saja.”

“Baiklah, Terima kasih, paman.”

“Iya, sama-sa-.”

Belum selesai paman Han berbicara, velina sudah menutup telponnya. Memang tidak sopan, tidak boleh ditiru.

Velina menganalisa itu seharian bahkan sampai malam tiba. Kebetulan suaminya tidak pulang hari ini. sudah berkali-kali ia membolak-balik dokumen dokumen itu bahkan sampai pagi menjelang pun dia belum selesai melakukannya.

Semakin lama semakin cepat pergerakan matanya memperhatikan setiap detil dari dokumen itu. Tangannya juga semakin cepat mencatat setiap perkembangan yang berhasil dia pecahkan.

Setelah itu dia tiba-tiba berhenti, dan membanting semua dokumen itu ke lantai.

“Sial! Membuatku menghabiskan waktu yang berharga untuk sebuah teka teki bocah seperi ini! kau harus membayarnya, sialan!”

Dengan kantung mata yang menghitam karena tidak tidur semalaman, Velina pergi menuju tempat yang menurutnya dalang dibalik semua ini. Tatapannya serius penuh kebencian seperti emosinya bisa meledak kapanpun. Dia berhenti didepan sebuah toko dan kantor milik saingannya. Ya, Pedro. Tokonya sedang ramai, tapi ia tak memperdulikannya dan menerobos masuk ke dalam kantornya. Melewati lorong dengan langkah yang tergesa-gesa, kemudian mendobrak pintu ruangan Pedro dengan Kakinya.

Di dalam, Pedro tengah bersantai membelakangi Velina. Terlihat dia seperti sudah menunggu saat-saat seperti ini terjadi.

“Dasar Keparat! Apa maksudmu melakukan semua ini!?”

“Tunggu dulu, nona Velina. Apa maksud anda?”

Dia menjawab dengan nada santai sambil memutar kursinya sehingga menampakkan batang hidungnya. Senyum jahat terlihat jelas terukir di wajahnya.

“Kau kan yang meninggalkan semua petunjuk sampah itu!? Dan kau juga yang mengirimkan paket itu padaku! Benar kan!?”

“hahahaHAHAHAHAH!!”

Sambil bertepuk tangan seolah memberi penghargaan kepada Velina.

“Hebat! Kau bisa memecahkannya! AHAHAHAHA!”

“Diam kau, keparat! Dimana kau letakkan mayat ayah dan ibuku!?”

“Tunggu dulu. Sebelum itu, bisakah kau menjelaskan padaku bagaimana kau melakukannya?”

“Untuk apa aku harus menuruti perkataanmu!”

“Kalau begitu tak akan ada kesepakatan.”

Velina hanya menggertakkan giginya. Dia sudah sangat membenci pria ini, namun tidak ada pilihan lain selain menuruti perkataannya saat ini demi mengetahui kebenarannya.

“Aku tahu karena semua bukti tertuju padamu.”

“Hohoo. Bisa kau jelaskan?”

“Cih...”

Dengan jengkel Velina menjelaskan cara dia memecahkan petunjuknya.

“Pertama, Petunjuk dalam amplop yang kau tinggalkan di dalam peti mati itu. Aku mengurutkan susunannya sesuai waktu kejadiannya. Di situ tertulis S3RI8 – LOTSPIT, B1T5H7 – ACKOELL, IM5T9D15 – BODYMORALIZE. Aku sempat terkecoh dibagian ini sampai akhirnya aku menyadari kalau ini hanya permainan kata belaka. Contohnya S3RI8 – LOTSPIT, S3 berarti letak Huruf S adalah huruf ke-3 dari kata LOTSPIT dan RI8 berarti huruf RI adalah huruf ke-8. Jika kuterjemahkan semuanya akan menjadi kalimat seperti ini, “LOST SPIRIT, BACK TO HELL, dan BODY IMMORTALIZED”. Aku pernah melihat kalimat ini di dinding belakang mejamu itu.”

“Woah, Hebat hebat. Hanya itu?”

“Kedua, petun-.”

“Tunggu dulu. Apa kau tidak lelah berdiri di situ? Silahkan duduk. Santai saja.”

Velina duduk dengan perasaan was was. Ia tidak percaya dengannya. Pedro beranjak dari kursinya dan duduk diatas meja kerjanya menghadap ke arah Velina.

“Silahkan lanjutkan.”

“Kedua, Petunjuk yang kau tinggalkan dalam peti itu sendiri. Kau meninggalkan tiga tanda yang berbeda. Yang pertama, tanggal 4 Februari dengan tanda garis melintang dan membujur yang saling memotong atau sering disebut tanda ‘Plus’. Kedua, tanggal 10 April dengan tanda hanya satu garis melintang atau sering disebut tanda ‘Minus’. Ketiga, tanggal 24 April dengan tanda garis melintang dan lubang yang berbentuk titik pada bagian atas dan bawah garisnya atau sering disebut tanda ‘Bagi’. Kesimpulannya seperti ini, 4 Februari berarti 4 ‘Plus’ 2 sama dengan 6, kemudian 10 April berarti 10 ‘Minus’ 4 sama dengan 6, terakhir 24 April berarti 24 ‘Bagi’ 4 sama dengan 6. Jika seluruhnya disatukan akan menjadi 666, angka setan. Ini mengingatkanku pada ukiran lantaimu ini.”

“Itu saja?”

“Satu lagi, Ketika aku menghubungi nomor itu, diakhir panggilan dia mengatakan ‘Ciao’ yang berarti ‘Bye’ dalam bahasa Italia. Kau berasal dari Italia kan?”

Pedro tanpa berkata apapun beranjak dari mejanya dan perlahan berjalan menuju pintu kemudian menguncinya.

“Sepertinya kau tahu cukup banyak ya. Orang pintar sepertimulah yang aku butuhkan.”

Senyum jahatnya membuat Velina merinding. Amarahnya kini berubah menjadi rasa takut. Seharusnya dia dapat menghentikan pedro untuk mengunci pintunya, tapi entah kenapa tubuhnya tak mau merespon perintah otaknya. Ia hanya bisa terduduk dan menunggu apa yang akan terjadi pedanya.

“Kau tidak bisa merasakan tubuhmu kan? Itu sudah pasti. Kau telah memasuki lingkaran ini. sekarang kau adalah milikku.”

“Apa yang akan kau lakukan padaku?”

“Jangan takut. Aku hanya akan menjadikanmu tumbalku malam ini.”

Pedro menyeret Velina ke tengah ruangan dan mengikat tangan dan kakinya. Kepalanya ditutup dengan kain sehingga dia tidak dapat melakukan apapun. Pedro meninggalkannya dalam ruangan dan menguncinya dari luar. Dia ingin menangis dan meminta pertolongan, tapi air mata dan suaranya tak mau keluar. Beberapa jam berlalu tapi masih tidak ada tanda-tanda dari Pedro.

Setelah 12 jam berlalu, terdengar suara pintu terbuka.

“Sebentar lagi tengah malam, persiapan akan selesai. Nikmatilah waktumu. Ah, aku ingat. Kau bertanya soal ibu dan ayahmu kan? Apa kau ingat sepasang berlian yang kuberikan? Bukankah itu berlian yang indah? Kau tau? Itulah kedua orang tuamu.”

“A-Apa maksudmu?”

Tiba-tiba dia bisa mengeluarkan suaranya. Sepertinya hanya untuk merespon perkataan Pedro.

“Seperti yang kubilang. Jasad kedua orang tuamu telah menjadi dua berlian itu.”

Velina terkejut sekaligus tidak percaya karena bagaimana bisa tubuh seorang manusia bisa menjadi sebuah berlian. Dia semakin ingin menangis.

“Bohong! Itu tidak mungkin! Bagaimana bisa!?”

“Mudah saja, Berlian itu 99% terbuat dari karbon dan sisanya dari unsur lain dan pertanyaannya, dari manakah aku mendapatkan karbon dengan jumlah banyak?”

“Jangan-jangan...”

“Tepat sekali! Aku mendapatkannya dengan mengkremasi mayat. Warna biru yang indah itu didapat dari kandungan Boron dalam tubuh manusia. Bukankah itu hal yang luar biasa!?”

“Jahat...kenapa kau tega melakukannya!?”

“Bukankah aku telah mengatakan padamu tentang obsesiku? Seperti yang kukatakan padamu, aku hanya membantu roh yang tersesat kembali ke neraka dan membuat tubuh mereka bisa dikenang selamanya. Bukan kah itu sesuai dengan seloganku? AHAHAHAHAHA!”

Velina sudah merasa tidak ada harapan pada pria ini. Pandangannya telah kosong, hatinya hancur, dan pikirannya kacau balau. Pedro mendekatinya dan membisikkan sebuah kalimat yang membuatnya merinding.

“Tapi tenang saja, kau akan segera bertemu dengan mereka!”

Sepertinya Velina tengah berada dalam upacara persembahan milik Pedro. Sebagai tumbal.

Keesokan harinya, sang suami terus mencoba mencari keberadaan Velina. Tak ada yang tahu kemana perginya. Catatan yang dia buat dikamarnya telah menghilang entah kemana bahkan dua buah berlian yang misterius itu menghilang entah kemana.

Beberapa hari kemudian, sebuah paket kiriman datang kepada sang suami. Isinya sebuah kotak antik dengan sebuah surat. Suratnya berisi.

“Ini adalah ‘Peninggalan’ untuk  anda. Anda bisa mengambilnya cuma-Cuma.”

Setelah membaca surat sang suami berpikir bahwa istrinya telah meninggalkannya. Dia membuka kotak kayu antiknya dan mendapati tiga buah berlian sebesar 0,5 cm dengan warna kebiruan. Dengan berat hati sang suami tetap menyimpan berlian berlian itu.

Setiap malam dia selalu memimpikan istrinya bersama kedua mertuanya disiksa oleh sekumpulan siluet-siluet buram yang tidak jelas bentuknya. . Mereka membakarnya, menjepitnya, kemudian mencabik dan memakannya.

[TAMAT].


Komentar

Postingan Populer