[STORY] | VATIC WAR |CHAPTER 01
CHAPTER 1
“ ACTIVATE”
Tercium aroma
rumput dan tanah bercampur darah. Ah, itu darahku sendiri.
Aku terbaring di
halaman belakang sekolah. Cahaya oranye menyinari pandanganku melalui sela-sela
daun di pohon dekat pagar sekolah.
Hari sudah
senja, kenapa aku masih di sekolah? Ah, aku ingat! Hari ini pun aku dijahili.
Aku bingung
kenapa mereka tidak lelah melakukan ini? Apa mereka tidak punya kegiatan lain?
Tapi biarlah, itu urusan mereka. Akupun tidak terlalu mengambil pusing soal
ini.
Aku mencoba
berdiri dengan tenaga yang masih tersisa. Aku melihat tasku tergeletak di
sebelah kananku dan isinya berhamburan keluar. Aku memungut dan merapikan
perlahan.
Rasa nyeri di
bagian punggung membuatku sulit membungkuk dan berjalan. Tapi, aku sudah biasa
merasakan yang seperti ini. Aku biasa dibuli, karena orang lain menganggapku
aneh.
Ya aku aneh, aku
manusia setengah Elf (Half Elf). Ras ku adalah ras bertelinga panjang, tapi
telingaku sedikit pendek dari orang-orang di ras ku, ini karena ayahku seorang
elf dan ibuku seorang manusia yang berhasil selamat dari perang nuklir.
Sejak dilahirkan
aku tidak pernah bertemu dengan mereka. Nenekku bilang ayah dan ibuku berada di
tempat yang sangat jauh. Saat masih kecil aku percaya itu, sampai aku
mengetahui bahwa tempat yang jauh itu tidak pernah ada di dunia ini.
Aku tinggal
sendirian di rumah peninggalan ayahku. Nenekku masih hidup, ia tinggal di
apartemen di kota.
Setelah menempuh
jarak yang cukup jauh, akhirnya aku sampai di rumah. Rumahku berada di
pinggiran hutan dan menyatu dengan salah satu pohon besar yang ada di sana.
Semua pohon di
dunia ini bermutasi menjadi berukuran raksasa. Hampir seluruh bangunan di
Negara ini menyatu dengan pohon besar atau lebih tepatnya pohon besar yang kami
jadikan bangunan ataupun tempat beraktifitas lainnya. Wajar saja, Negara kami
dulunya adalah kawasan Asia yang banyak ditumbuhi pepohonan tanaman tropis
bahkan di sebut sebagai “Paru-Paru Dunia”.
Begitu masuk
rumah aku langsung berbaring di atas kasur tipis yang biasa aku tiduri.
Jika kalian
melihat rumahku dari luar, kalian akan berpikir rumahku sangat besar. Tapi,
ketika masuk kedalam kalian akan terkejut karena yang menanti di depan adalah
sebuah kasur lantai yang terbentang di sana. Hanya ada sebuah ruangan yang
kalian temui. Di ruangan itu aku melakukan semua kegiatan.
Setiap hari aku
melakukan pekerjaanku sebagai reparasi android. Berkat adanya pertandingan
robot, pekerjaan seperti ini menjadi sangat laris dan banyak dicari. Dari kecil
aku sudah berurusan dengan masalah android. Aku mempelajari semua tentang
android dengan mencari tahunya sendiri tanpa ada yang mengajari. Aku merasa
tertarik untuk mempelajari cara kerjanya dan berharap aku dapat mempunyai
android sendiri. Aku ingin memodifikasinya!
Aku berbaring di
atap rumahku, ini adalah tempat favoritku untuk menenangkan pikiran. Sambil
memandang sunset yang indah aku selalu berkhayal mempunyai android dan
memodifikasinya. Matahari yang terlihat lebih besar dari biasanya mulai
tenggelam diantara gedung-gedung kota yang menjulang tinggi. Cahaya oranye
perlahan mulai memudar dan berganti biru gelap.
“…drrrrt…drrrt…”.
Telfonku bergetar dari saku celanaku. Ternyata dari nenekku di kota. Aku
langsung menjawabnya.
“Halo, nek. Ada
apa?”
“Oh, Jean. Apa
kau sudah makan?”
“Aah, Belum hehe.”
“Sudah kuduga.
Ayo cepat ke sini, nenek sudah memasak untukmu.”
“Woah! Baik,
nek. Aku segera ke sana.”
Aku sampai lupa
dengan makan malamku, untung saja nenekku orang yang peka. Nenek, aku
mencintaimu!
Aku langsung
mengambil skateboard kesayanganku dan melesat menuju rumah nenek di kota sana.
Skateboard ini buatanku sendiri, dengan mengandalkan magnet bumi untuk melayang
dan tenaga dorong dari mesin yang kubuat sendiri dari bagian-bagian android
bekas. Kecepatan maksimalnya bisa sampai seratus kilometer per jam. Tapi
semakin tinggi kecepatannya semakin sulit juga mengendalikannya, sepertinya aku
harus menyempurnakannya lagi.
Setelah melewati
beberapa belokan akhirnya sampai di depan apartemen nenek. Aku langsung menekan
bel di ruangan nenek.
“…TEEET!…”. Suranya
yang keras membuatku terkejut meskipun ini bukan yang pertama kali aku ke sini.
“Nek, aku
sampai.”
“Oh iya, Masuk
saja.”
Aku masuk ke
dalam lift yang ada di dekat bel tadi. Lift yang ada di kota ini semua berada
di luar bersama dengan tempat bel dikarenakan suaranya yang keras akan
mengganggu penghuni lain. Aku berpikir kenapa tidak diganti saja.
Pintu lift
terbuka dan sekarang aku telah betada di lantai tujuh. Aku keluar dan mencari
pintu apartemen nenek.
"...25
...26 ...27 ... Ah ini dia 28!"
Terdengar suara
nenek sedang bersenandung. Sepertinya dia sedang bergembira. Tanpa berlama-lama
lagi aku masuk ke dalam.
“Permisi. Aku
masuk.”
“Oh, Jean. Ayo
kemari. Duduk di sini.”
Ketika aku
masuk, di meja makan sudah tersedia banyak makanan seperti di restoran yang
tidak mungkin ku dapatkan. Semuanya terlihat enak, air liurku hamper menetes.
“Woah!”
“Ayo silahkan
dimakan”
“Terimakasih,
nek. Aku mencintaimu!”
Nenek hanya
tersenyum dan duduk di kursi di sebelahku. Aku bisa merasakan pandangannya yang
melihatku makan. Aku berpura-pura tidak menyadari dan mencicipi satu persatu
hidangannya sampai tidak tersisa.
“ Terimakasih
atas hidangannya.”
“Apa sudah
kenyang?”
“Iya.
Terimakasih, nek. Aku sudah lama tidak merasakan makanan buatan nenek. Rasanya
enak sekali.”
“Kau bisa ke
sini Kapanpun kau mau. Pintu rumah nenek selalu terbuka untukmu.”
“Terimakasih,
nek. Tapi sudah menjadi keputusanku untuk tinggal sendiri, jadi aku tidak bisa
terus mengandalkan nenek. Aku harus mandiri. Aku ingin seperti ayah.”
Mendengar ucapanku,
nenek terdiam sejenak.
“Ada apa, nek?
Apa aku mengucapkan sesuatu yang salah?”
Kemudian nenek
kembali tersenyum.
“Tidak kok. Jadi
kau ingin seperti ayahmu ya. berusahalah.”
“Baik, nek.”
Aku membalas
senyumannya dan pamit untuk pulang ke rumahku.
Aku senang
memiliki nenek seperti nya. Aku merasa paling beruntung di dunia ini.
Yosh! Mulai
besok aku akan berusaha.
Pagi yang cerah
dengan suara kebisingan di kota, aku berangkat menuju sekolah. Seperti biasa
aku menaiki skateboard kesayanganku. Angin hangat yang terasa di kulit ini
membuatku nyaman. Aku memejamkan mata untuk menikmati saat-saat seperti ini.
Asal kalian tahu
saja, skateboardku ini sudah dilengkapi GPS dan kendali otomatis. Jadi ketika
sesuatu apapun itu ada diatasnya maka, skateboard ini akan aktif dengan
sendirinya. Alat yang keren bukan? Ya aku terpikirkan untuk membuatnya ketika
membantu nenek berbelanja. Aku merasa kasihan padanya karena harus membawa
belanjaan yang berat setiap aku tidak dapat membantunya.
“…TLAK!…BUGH!...”
tiba tiba aku terjatuh dari skateboardku.
“Aduh! Ah.”
“AHAHAHAHAHA!”
Suara ini. Aku
sangat kenal dengan suara ini. Dialah yang selalu membuliku. Kalt Van Veltrain,
dia adalah keturunan konglomerat dari ras Werebeast. Dia datang dari tempat
yang dulunya benua eropa dan bersekolah disini.
“Kau lagi. Apa
kau tidak tahu yang tadi itu sangat berbahaya.”
“Ha? Lalu
kenapa? Kau ingin melawanku? Ayo, coba saja.”
Disaat seperti
ini aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi, bukankah aku sudah berjanji akan
berusaha agar bisa seperti ayah. Kalau seperti ini terus aku akan mati sebelum
impianku tercapai.
Aku mencoba
berdiri. Tanganku mengepal dengan erat.
“Ayo serang
aku!”
Dengan ekspresi
menyeringainya ia terus memprovokasiku. Aku yang telah merasa geram langsung
berlari ke arahnya untuk mendaratkan pukulan kekesalanku.
“Pfft. Dasar
bodoh.”
“???”
“…BUGH!...”
entah dari mana datangnya sebuah tendangan tiba-tiba menghujam perutku.
“Ugh! Ohok!”
Aku terpental
kebelakang. Sesaat aku merasa sulit bernapas. Perutku terasa panas.
“…Grab…” tubuhku
tertahan sesuatu, ah seseorang menangkapku.
“Cukup! Kau
sudah keterlaluan, Kalt!”
Hm? Aku mengenal
sosok ini. Dia adalah Chi Ying dari ras Dragonia. Dia sama seperti Kalt, dia
dari luar negeri. Hanya dia satu-satunya orang yang baik padaku di sekolah ini.
“C-Chi-chan.”
“Apa kau tidak
apa-apa, Jean?”
“Ya, sepertinya
begitu. Akh!”
Ini ini
samasekali tidak baik-baik saja. Perutku sakit sekali dan terasa panas.
“Oh. Di
selamatkan seorang wanita, menyedihkan sekali kau ini. HAHAHA!”
Aku mendengar suara
Kalt. Dia masih mencoba memprovokasiku.
“Kau tunggu di
sini, aku akan menghajarnya.”
Ketika Chi-chan
akan berdiri aku menahannya.
“Jangan! I-Ini
masalahku. Aku tidak bisa membiarkan orang lain membantuku apalagi seorang
wanita.”
Awalnya Chi-chan
terkejut dengan kata-kataku. Tapi, kemudian dia tersenyum, sepertinya dia
mengerti bagaimana perasaanku. Dia membantuku untuk berdiri.
“Apa sudah tidak
apa-apa?”
“Iya.”
Aku meminta
Chi-chan untuk melepaskan pegangannya. Aku menahan rasa sakit di perutku ini dan
mencoba mengokohkan pijakanku. Aku menghela napas dan memandang ke arah Kalt.
Aku terkejut
dengan kehadiran sesosok android yang berdiri di samping kanan Kalt. Aku
terdiam. Dengan senyum jahatnya dia bertanya padaku.
“Ada apa? Kemana
perginya semangatmu itu? Hooo. Apa kau terkejut melihat Vatic milikku?”
“V-Vatic?”
Aku terkejut
android itu ternyata Vatic. Robot tempur yang dirancang untuk menghancurkan
lawannya. Kalau aku melawannya aku bisa mati. Bagaimana ini? Apa aku harus
berlutut dan minta maaf? Tidak! Aku tidak serendah itu. Mau seberat apapun itu,
seberbahaya apapun itu aku harus tetap menghadapinya.
"Iya! Apa
kau takut? HAHAHA!"
Dia ingin
memprovokasiku, aku tidak boleh termakan omongannya.
"K-Kau
pikir aku akan takut hanya dengan rongsokan bodohmu. H-Haha... lucu
sekali."
Gawat.
Sepertinya aku menekan tombol kematian untuk diriku sendiri.
Raut wajahnya
yang semringai kini berubah masam. Sepertinya dia yang telah termakan
omonganku. Apa yang harus aku lakukan? Ayah bantu aku!
"Apa kau
bilang? Berani-beraninya mengatakan vatic milikku ini rongsokan. Dasar kau half
elf miskin! ...East! Hajar dia!"
Vatic miliknya
bernama East dengan motif zirah Hornbills yang terlihat mewah dan elegan.
Memang sesuai dengan pemiliknya. Tapi sepertinya bagian dalam mesinnya seperti
sudah usang. Kurasa Kalt hanya peduli pada tampilan luarnya saja. Ini membuatku
merasa kasihan pada vaticnya.
Setelah menerima
perintah, East langsung melesat dengan cepat ke arahku dan bersiap mendaratkan
pukulan kerasnya padaku. Spontan aku menyilangkan kedua tanganku membuat posisi
bertahan dan memejamkan mata bersiap menerima rasa sakit.
"...
WOOOOSSSHHH...-DUAAMM!!!... 'Tlang!'..."
Tiba-tiba
sesuatu terjatuh dari langit dan menghalang serangan East. Terdengar suara
seperti besi yang saling beradu kemudian East mundur dan membuat jarak dari
benda itu. Kami semua terkejut dan suasana menjadi hening seketika. Kumpulan
debu yang terhambur ke udara masih menyelimuti di sekitar benda itu.
Dari balik debu
muncul siluet dua manusia dengan mata berwarna merah menyala setelah beberapa
saat berubah menjadi biru. Terlihat seperti sepasang gadis kembar yang cantik,
tapi dengan gaya rambut yang berbeda. Perlahan debu mulai menghilang dan
menampakkan dua sosokmanusia yang harusnya telah punah 16 tahun yang lalu.
"Apakah
itu...manusia?"
Dengan wajah
terkejut sama sepertiku Chi-chan bertanya-tanya.
"Itu...tidak
mungkin, Chi-chan."
Dua makhluk itu
menatap dengan tajam ke arahku seperti sudah mengunci targetnya. Mereka
bergerak perlahan menuju diriku. Gerakan mereka kaku seolah mereka adalah
robot. Tetapi apa benar ada robot semirip ini dengan manusia. Apa ini android?
Tapi gerakannya terlalu kaku untuk android. Dilihat dari cara dia tiba
sepertinya memiliki ketahanan yang cukup tinggi seperti vatic.
Kini mereka
sudah berada di hadapanku.mereka berbicara bersamaan.
"Jean
Bacht, 16 tahun, Ras Elf, golongan darah O."
Mereka
mengetahui biodataku. Siapa mereka ini? Aku mulai takut.
"I-Iya?"
"Pukul
21:57 pm telah menekan tombol aktivasi. Selanjutnya apa anda ingin mengaktifkan
segel kontrak? Yes or No?"
Aku masih tidak
mengerti dengan ini semua. Aku tidak bisa berkata-kata.
"..."
"10 detik
sebelum memulai pembatalan kontrak dan pemusnahan otomatis...
9...8...7...6...5...4...3-"
"Aaargh!
Baiklah! Baiklah! Yes! Yes!"
"Kontrak
dikonfirmasi! Activate Success!"
Kemudian mereka
memejamkan mata. Tubuh mereka bercahaya begitupun denganku. Aku seperti
melayang. Pandanganku mulai pudar dan berganti dengan suatu pengelihatan,
mungkin ini isi ingatan mereka berdua.
Aku melihat seorang
profesor elf yang bekerja keras sendirian demi membuat android. Di hadapannya
seorang wanita yang terbaring kaku dengan kabel berjenis dan berukuran yang
beragam. Perlahan pengelihatan itu meredup. Tak lama kesadaranku kembali. Aku
berada di pelukan Chi-chan. Aku melihat 2 makhluk tadi masih berdiri
memandangku.
"Siapa
kalian?"
Karena penasaran
aku frontal bertanya pada mereka berdua.
"Kami
adalah pelayan anda, Master."
"Master?
Maksudku kalian ini apa?"
Salah satu yang
berambut panjang menjawab pertanyaanku.
"Kami
adalah vatic yang telah anda aktifkan. Kami diprogram untuk patuh hanya pada
orang yang menekan tombol aktivasi."
Kini yang
berambut pendek menambahkan.
"Anda telah
menekannya bukan, Master?"
"Menekannya?
Maksud kalian..."
Sambil merogoh saku
celanaku aku mengambil sebuah liontin yang aku temukan di ruang rahasia milik
ayah setelah diberitahu nenek.
"...
Liontin ini."
"Tepat,
Master."
Aku mencoba
mengingat kejadian semalam.
Malam itu
sebelum pulang dari rumah nenek.
"Sudah
pukul 20:03, aku harus pulang, nek. Aku belum membersihkan rumahku. Terima
kasih atas makanannya. Masakan nenek memang yang terbaik!"
Aku berjalan
menuju pintu keluar dan bersiap memakai sepatu.
"Ah tunggu
Jean!"
Nenek bergegas
menghentikanku dan memberi sesuatu dari sakunya.
"Ini.
Ambilah."
"Apa ini,
nek?"
"Itu kunci
ruangan milik ayahmu dulu. Kau ingin menjadi seperti ayahmu kan? Terimalah ini.
Mungkin ini bisa membantumu."
"Hmm...
Baiklah. Sampai jumpa, nek."
Aku bergegas
meninggalkan rumah nenek. Aku penasaran dengan ruang rahasia milik ayah yang
nenek katakan. Aku sudah berkali kali memeriksa sudut sudut rumahku saat
membersihkannya, tetapi aku tidak menemukan tanda tanda pintu masuk sebuah
ruangan. Aku yakin sekali. Oleh karena itu aku akan memeriksa nya sekali lagi
dengan sangat teliti. Aku memacu skateboardku dengan kecepatan penuh. Cahaya
lampu kota seolah sebuah garis yang melewatiku. Cukup sulit bagiku
mengendalikan benda ini dengan kecepatan maksimal, tapi untung saja aku sudah
handal mengendarainya. Dalam waktu singkat aku sudah bisa melihat rumahku.
Begitu sampai
digarasi aku langsung memarkirkan skateboardku dengan cara yang menurutku
keren, yaitu dengan memberi beban dibagian belakang yang akan menaikan bagian
depan sehingga arahnya keatas dan sedikit putaran di udara lalu mendarat
bagaikan seorang profesional. Kemudian aku melompat turun dan bergegas mencari
petunjuk ruangan rahasia yang dikatakan nenek.
Seluruh penjuru rumahku sudah kuperiksa, tapi tidak ada
tenda-tanda dari pintu masuk menuju ruangan ayah.
“Haaaaahhhhh.... apa ruangan itu benar-benar ada?”
Aku menghela napas panjang. Ini membuatku lelah. Sepertinya
harus istirahat dan berpikir sejenak.
“Minum dulu ah.”
Aku duduk di tempat kerjaku dan menuangkan botol minumku
ke dalam gelas. Sayangnya baru setengah terisi airnya sudah habis.
“Loh? Habis?”
Aku kembali menghela napas dan menaruh botol minum tadi
diatas meja dengan sedikit hentakan dan membuat suara yang sedikit nyaring.
“Uwah, memang benar kosong.”
Aku meminum air yang ada di gelas sedikit demi sedikit. Kemudian
terpikirkan lagi soal ruangan itu.
“Ruangan ya... Hmm... Ruangan... Ruang... Kosong...
Suara... Nyaring... Ah!”
Kenapa tak terpikirkan sejak tadi. Harusnya aku bisa
menemukannya hanya dengan mengetuk setiap bagian ruangan ini. Sepertinya akan
melelahkan.
Aku sudah mengetuk di setiap sisi dan setiap sudut, tetapi
tetap tidak menemukannya.
“Aarrgh! Aku menyerah! Tidur saja ah.”
Aku mengeluarkan futon dari lemari dan mematikan lampu. Tanpa
basa-basi langsung masuk kedalam selimut dan mencoba tidur. Ruangan ayah yang
dikatakan nenek masih mengganggu pikiranku. Aku tidak bisa tidur. Aku mengganti
posisi tidurku menghadap ke lemari.
“Ah! Masih ada satu tempat yang belum kuperiksa!”
Aku terperanjak dari futon dan menyalakan lampu. Aku memeriksa
semua bagian dari lemari dan menemukan bagian yang bersuara sedikit nyaring di
bagian sudut belakang bagian bawah lemari, bagian yang sedikit tertutup pintu
lemari.
“Binggo!”
Aku mengambil perkakasku dan sedikit menjebol lemariku
itu. Tak kusangka lubang kunci terdapat ditempat seperti ini. Memang benar-benar
tempat rahasia.
Aku memasukkan kunci dan memutarnya, semuanya terasa
dramatis tapi tidak terjadi apa apa. Tidak ada suara gemuruh ataupun benda
bergeser.
“Haaaaahhhhh... Tidak terjadi apa-apa.”
Untuk ketiga kalinya aku menghela napas, hatiku kecewa. Aku
keluar dari lemariku dan ingin kembali tidur. Saat keluar aku terkejut dan tak
bisa berkata apa-apa. Mata dan mulutku terbuka. Ruangan serbagunaku kini
menjadi sebuah ruangan kotor penuh debu yang tidak kukenali. Futon yang tadi ku
tiduri tidak ada. Bagai dihantam dengan palu 100 ton kesadaranku kembali.
“I-Ini... inikah ruangan ayah?”
Ruangan ini tak jauh berbeda dengan ruanganku yang
biasanya, hanya saja kondisinya yang tak terawat. Aku menghampiri meja kerja
ayahku. Di sana terdapat sebuah kotak seperti kotak cincin.
“Apa ini milik ayah dan ibu?”
Aku membuka kotak itu dan ternyata isinya bukan seperti
yang kubayangkan. Bukan cincin, melainkan sebuah liontin dengan inti yang
sedikit menonjol berbentuk diamond dalam kartu thrump dengan sedikit hiasan
pada satu sisi di setiap ujungnya. Tetapi kalung dari liontin ini sudah sangat
usang, terlihat sangat rapuh.
“Ah bagian ini seperti bisa ditekan.”
Dengan cerobohnya aku menekan inti dari liontin itu dan
sesuatu pun terjadi. Aku tidak ingat kelanjutannya. Yang kuingat aku terbangun
dari tidurku dipagi hari dalam futonku. Kupikir semuanya hanya mimpi. Tapi tanganku
menggenggam liontin yang persis seperti dalam ingatanku dan aku menyadari
semuanya benar-benar nyata. Kemudian aku bersiap untuk ke sekolah.
Apa semuanya karena liontin ini? Aku hanya bisa
bertanya-tanya dalam benakku.
“Oi Oi! Apa-apaan ini? Bukankah itu manusia? Bagaimana kau
menjelaskan ini, Jean?!”
Terdengar suara penuh kekesalan dari Kalt yang serangan
vaticnya baru saja digagalkan oleh dua android ini.
“Bukan! Mereka bukan manusia. Kau salah!”
“Jangan bilang kalau mereka adalah android milikmu!”
Aku masih belum mengerti tentang ini semua, tapi untuk
saat ini aku akan mengambil kesempatan ini.
“I-Iya! Benar milikku. Aku merahasiakannya darimu.”
Mendengar jawabanku, Kalt terlihat sangat kesal sampai
terlihat urat di dahinya.
“BERANINYA KAU MEMBODOHIKU DASAR HALF ELF SIALANN!!”
Amarahnya meledak-ledak seakan ingin benar-benar
membunuhku.
“EAST! HABISI DIA!!”
East melesat dengan cepat kearahku dan melancarkan
serangan beruntun dengan kecepatan tinggi.
“Master, beri perintahmu.”
Kedua android tadi merespon pergerakan East dan
menanyakan perintah dariku.
“... Lindungi kami!”
“Dimengerti!”
Kedua android tadi menepis semua serangan East dengan
kecepatan yang sama atau mungkin lebih cepat dan kemudian tubuh East terpental
kearah majikannya. Tubuh East sudah tercabik-cabik dan memercikkan api. Kalt
sangat terkejut dan kehilangan keseimbangan tubuhnya. Ia jatuh terduduk
gemetaran meliat vatic yang ia banggakan dihancurkan dalam sekejap. Pertarungan
berakhir begitu saja. Dari gedung sekolah seorang guru meneriaki kami.
“Hei! Apa yang kalian lakukan?!”
Chi-chan segera menarik tanganku dan membawaku pergi dari sekolah. Sedangkan
Kalt hanya meratapi vaticnya dengan tatapan kosong. Saat setelah aku
memperhatikan Kalt, aku tidak melihat keberadaan dua android tadi di sekitar
sekolah. Memang aku belum bisa mengerti ini semua. Yang ku mengerti hari itu
pertamakalinya aku melihat Chi-chan membolos demi aku.
Di gedung sekolah lantai paling atas, diam diam sekelompok
siswa dan siswi berjumlah empat orang memperhatikan pertarungan Jean dan Kalt.
“Hohou... Kalt bisa dikalahkan sampai seperti itu, hebat
juga dia.”
“Apakah benar android itu?
“Ya, tidak salah lagi.”
“Jadi, itukah sang legenda ‘THE FIRST’ Android? Hmm... Menarik!”
Komentar
Posting Komentar