[STORY] | SEMUT-SEMUT | (ONESHOT)





SEMUT-SEMUT


Namaku Wima 14 tahun. Aku baru pindah ke rumah ini kemarin pagi. Aku senang beraktifitas dikamarku. Setiap pulang sekolah aku langsung masuk ke kamar, mencampakkan pakaian dan tasku kemudian melompat keatas ranjang. Sejak kemarin aku pindah, di ranjangku selalu ada barisan semut semut yang entah darimana datangnya. Padahal kemarin hanya ada beberapa semut saja, namun dalam semalam sudah semakin banyak semut yang berkumpul.
Aku penasaran kenapa semut itu berkumpul diranjangku. Aku mencoba memeriksa ranjangku. Tak perlu waktu lama bagiku menemukan penyebabnya. Ternyata terdapat butiran-butiran putih yang terhambur di sela-sela ranjang. Aku berasumsi kalau itu hanya gula karena semut menyukai gula.  Aku langsung membersihkannya dan benar saja, semut itu tidak kembali. Sampai malam tiba aku tidak melihat tanda munculnya semut-semut itu lagi. Aku rasa sudah tidak apa-apa.
Tapi keesokan harinya. Aku terbangun karena gigitan semut-semut itu di tanganku. Aku heran kenapa semut ini kembali lagi. Aku curiga ada seseorang bersembunyi di kamarku yang diam diam mengambil makanan kami sehingga semut-semut ini memakan remah-remah sisa makanannya.
Aku tak sengaja melihat semut-semut keluar dari lubang kecil dari dalam seprai. Aku langsung membuka seprai. Betapa terkejutnya aku bahkan sampai merinding melihat segerombolan semut menutupi seluruh kasur yang aku tiduri tadi. Spontan aku berteriak sangat keras. Semut semut itu berhamburan dan pergi entah kemana.
Aku terduduk sambil menutupi kepalaku. Orang tuaku yang mendengar teriakanku tadi bergegas mendobrak pintu kamarku. Aku bercerita kepada mereka sambil terisak-isak. Mereka menenangkanku dan berkata bahwa ini mungkin hanya halusinasiku. Tapi aku yakin ini  kenyataan. Tak ada yang percaya padaku.
Setelah tenang aku kembali ke kamarku. Kondisinya masih dengan seprai yang terbuka. Aku memperhatikan kasur yang dikerumuni semut semut tadi. Diatasnya penuh dengan butiran butiran putih dan sebagian sudah menjadi serbuk. Terlihat kontras sekali dengan permukaan kasur yang sudah menghitam kecokelatan. Aku tau ini penyebabnya. Aku langsung membersihkan kasur dan seluruh ruangan kamarku.
Dan sejak itu aku tidak melihat semut semut itu lagi. Tapi ternyata setelah teror semut itu berakhir aku ditreror oleh orang aneh yang selalu berdiri di seberang jalan sambil memegang papan yang bertuliskan “GET OUT!”. Dia mengenakan topeng putih polos yang bagiku terlihat menyeramkan. Dari postur tubuh sepertinya dia laki-laki. Aku selalu menutup jendelaku pada malam hari. Aku sangat takut sekali. Aku hanya bisa bersembunyi di dalam selimut dan menunggu pagi datang.
Pagi harinya aku terbangun dan merasakan perih yang luar biasa pada ibujari kiriku. Aku melihat kulit ibu jariku sudah terkelupas tanpa sisa kecuali kuku yang masih utuh. Aku berteriak dan berlari ke ruang tamu memanggil ayah dan ibuku. Ayah dan ibu juga terkejut melihat ibujariku yang berdarah darah. Mereka bergegas membawaku ke rumah sakit. Bahkan dokter pun kebingungan oleh penyebabnya. Kemudian aku diobati dan kembali ke rumah.
Aku masih merasakan perihnya. Menahan air mata yang bisa keluar kapanpun. Aku mencoba melupakan rasa sakit dan pergi tidur.
Tengah malam aku merasakan rasa perih yang sama tapi kali ini pada jari telunjukku. Aku merasakan ada sesuatu yang mencabiknya. Ini menyakitkan, tapi aku tidak berani berteriak ataupun membuka mata. Aku membayangkan laki-laki yang aneh itu sedang menguliti jariku dan jika dia tau aku terbangun dia akan membunuhku. Tapi rasa sakit ini semakin menjadi. Aku mencoba mengintip. Dan ternyata hal yang tak pernah kuduga sebelumnya terjadi didepan mataku. Segerombolan semut sedang menggerogoti tanganku. Aku tidak bisa berkata kata. Mataku terbelalak tak percaya. Aku menutup mulutku dengan tangan kanan agar tidak berteriak.
Aku sudah tidak kuat, ini sakit sekali. Aku berteriak sekencang kencangnya. Tapi anehnya kedua orang tuaku tidak datang ke kamarku. Apakah mereka tidak mendengarku? Tidak mungkin. Aku sudah berteriak sekuat tenagaku. Setelah berteriak, semut semut tadi menjadi semakin banyak dan kini mulai menjalar ke seluruh tubuhku. Aku hanya bisa menangis. Aku berharap ada keajaiban. Tapi aku berpikir itu hanya ada dalam film. Ketika semut itu akan menutupi bagian kepalaku aku sudah pasrah. Aku berhenti menangis tetapi air mataku tak berhenti mengalir.  Aku sudah putus asa.
Ditengah keputusasaanku, bagaikan adegan dalam film aku mendengar suara dobrakan pintu. Aku tidak tahu siapa itu. Dia menyiramkan suatu cairan yang sedikit kental kearahku dan semut-semut itu. Seketika aku merasakan gigitan dari semut-semut itu sudah tidak ada. Aku mencoba membuka mata, dan lagi-lagi aku terkejut karena didepan mataku ada laki-laki aneh bertopeng itu. Aku ketakutan dan mencoba menjauh. Tapi dia terlihat mencoba menenangkanku dan mengobati luka ku. Dia memberitahuku kalau dia bukan orang jahat. Dia berkata bahwa dia hanya ingin kami meninggalkan rumah ini karena rumah ini berbahaya. Yang membuat berbahaya adalah semut-semut itu tadi. Dia tidak ingin nasibku sama seperti penghuni yang sebelumnya.
“Penghuni sebelumnya adalah seorang pemabuk berat. Ia mencampur minumannya dengan obat tidur yang akhirnya membuatnya tertidur seharian.  Namun sejak saat itu tak ada yang pernah melihat sosoknya keluar dari rumah ini. Tak ada siapapun yang peduli soal itu. Tapi aku  penasaran dan memeriksa ke dalam. Kemudian aku melihat jasad si pemabuk sudah menjadi tulang belulang di kamar ini beberapa hari sebelum keluargamu pindah ke sini.  Dan alasan kenapa aku mengenakan topeng adalah karena wajah bagian bawahku rusak akibat diserang semut-semut itu.” Dia menjelaskan padaku.
Aku sedikit menyangkal pernyataannya. Saat aku tiba di sini, aku tidak menemukan bekas mayat atupun kerangka di kamar ini.
“Apa kau yakin tidak menemukan apapun di atas ranjang ini?”
Aku teringat dengan butiran dan serbuk putih yang dikerumuni oleh semut-semut itu. Aku mencoba merangkai semua fakta-fakta yang sudah kuketahui. Semut yang memakan manusia di kamar ini, butiran dan serbuk putih diatas kasur, dan noda di kasur berwarna hitam kecokelatan. Menyimpulkannya membuatku merinding.
“Semut-semut itu akan memakanmu sampai tak bersisa. Tapi tadi aku menyirammu dengan jus timun. Aku membaca di internet bahwa semut membenci timun. Tak kusangka akan berhasil.”
Setelah semua terjadi, aku menangis. Entah itu karena sakit atau karena lega.
“Ini memang gila. Tapi ini nyata. Sebaiknya kalian segera pindah.”
Aku hanya mengangguk sambil menangis. Laki-laki bertopeng itu pergi meninggalkan rumahku. Tak lama setelah ia pergi, orang tuaku datang karena mendengar tangisanku. Aku menceritakan semuanya kepada mereka. Entah percaya atau tidak tapi mereka menuruti keinginanku untuk pindah dari sini. setelah itu aku menikmati kehidupanku dengan damai. [TAMAT]


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer