[STORY] | PETAK UMPET | (ONESHOT)




PETAK UMPET


                “Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima..”
               
                Ini anakku, Lita. Usianya masih 5 tahun. Dia sangat suka bermain petak umpet. Aku sebagai satu-satunya keluarga yang dia punya selalu menemaninya bermain.

“.. enam.. tujuh.. delapan.. sembilan.. sepuluh. Sudah,ayah?”

“.. sudah..”

Tapi semakin lama aku menjadi semakin sibuk bekerja sehingga tidak bisa menemaninya bermain.

                Untuk itu aku membelikannya sebuah boneka perempuan yang seukuran dengannya untuk menggantikanku menemaninya bermain. Beruntung karena Lita memahami kondisiku dan bermain dengan bonekanya.

Lita menamainya Daisy. Daisy sangat bagus dalam melakukan tugasnya dan membuat Lita menjadi bahagia. Setiap hari Lita mengajaknya mengobrol dan penuh canda tawa. Aku merasa lega karena tidak perlu mengkhawatirkan anakku itu.

Namun suatu hari Lita mengadu kepadaku.

“Ayah, apa ayah melihat Daisy?”

“Tidak, ayah tidak melihatnya. Bukannya tadi kamu yang bermain dengannya?”

“Iya, tadi kami bermain petak umpet, tapi aku tidak menemukan dimana dia bersembunyi.”

“Benarkah? Kamu yakin tidak lupa menaruhnya di suatu tempat?”

“Tidak ayah, kami kan sedang bermain petak umpet. Jadi aku tidak tahu dimana dia sembunyi.”

Aku sempat bingung dengan pengakuannya. Aku mencoba untuk mengikuti alurnya dan ikut mencari Daisy.

Aku terkejut saat melihat Daisy berada di depan altar mendiang istriku. Tapi aku tidak terlalu ambil pusing.

“Kenapa Daisy bisa ada di sini?”

“Entahlah, ayah. Mungkin dia ingin berdoa untuk ibu.”

“Mungkin saja ya. Haha.”

Aku pikir itu hanya khayalan dari seorang anak berusia 5 tahun. Tapi sampai suatu hari, aku sedang tidak bekerja dan ingin menemani Lita bermain. Aku tidak sengaja mendengar Lita berbicara kepada Daisy dengan panjang lebar.

 Aku sedikit tersenyum, tapi senyuman itu berubah menjadi keringat dingin yang membasahi keningku disaat Daisy mulai menjawab setiap perkataan Lita dengan gaya bicara seperti seseorang yang lebih tua darinya. Kekhawatiranku langsung melonjak drastis. Aku berbalik dan menjauh dari tempat itu dan berpura-pura tidak pernah melihatnya.

Aku menutup telinga, mata, dan mulutku soal kejadian itu. Aku tidak ingin mempercayainya.

Setelah hampir setahun berlalu, Lita jatuh sakit dan tak lama kemudian ia pergi menyusul ibunya di atas sana. Aku sangat terpukul karena telah kehilangan satu-satunya orang yang paling kusayangi. Aku teringat kembali dengan keanehan Daisy dulu. Aku mencoba mencarinya karena hanya itu satu-satunya peninggalan Lita.

Dan lagi-lagi aku menemukannya tepat berada di depan altar Lita dan ibunya. Yang membuatnya aneh adalah posisinya yang duduk tegap tanpa bersandar sedikitpun. Aku berdiri mematung di pintu ruangan sambil memandangi Daisy. Dengan perlahan kepalanya bergerak menoleh ke arahku. Bercak hitam mulai muncul pada bagian matanya. Dalam sekejap wajahnya menjadi begitu menyeramkan. Dengan suara yang bervariasi dan tegas ia membentak  dan meluncur ke arahku.

“JANGAN LARI!”

“Waaa!”

Tiba-Tiba aku tersadar di sebuah ruangan yang gelap. Pakaianku berbeda dari yang tadi. Tangan ku berlumuran darah.

Ah. Aku ingat. Aku ingat semuanya. Aku telah membunuh anak dan juga istriku yang sedang mengandung. Aku lelah. Aku ingin lari dari semua permasalahan hidup yang tak kunjung membaik. Aku sudah muak dengan semua ini. itulah yang kupikir sebelum melakukan hal keji ini.

Sekarang aku merasa bersalah. Aku menyesal. Air mataku mulai mengalir.

“Apa yang sudah kulakukan?”.

Ketika aku menyesali perbuatanku, aku mendengar suara yang tak asing memanggilku dari belakang.

“Ayah..”

Tangisanku terhenti. Aku menoleh ke belakang untuk memastikan.

Dan benar saja.

“.. Daisy..”

“..Aku menemukanmu, Ayah!”

[TAMAT].

Komentar

Postingan Populer